Sabtu, 14 Januari 2012

[FF] Be Mine

This is my very first FF (FanFiction) ^^
Karena masih yang pertama, jadi castnya ultimate biasku dong...
Lee Sungmin of Super Junior dan saya sendiri, Oh Sooyoung... ^^
FFnya sendiri terinspirasi dari lagu Be Mine - Infinite...
ehehhehee ^^



Sungmin sedang duduk beristirahat di runag tengah dorm Super Junior. Dia dan Ryeowook baru saja pulang dari siaran di studio KBS untuk Radio Sukira. Salah satu hari melelahkan buatnya, karena sebelum siaran di KBS, dia memiliki kegiatan pribadi lainnya dan terpisah dengan member Suju lainnya.
“Hyung, mau makan dulu?” tiba – tiba Wookie menepuk bahu Sungmin dari belakang dan mengagetkannya.
“Ada makanan apa memangnya?” tanya Sungmin sambil mengambil remote TV yang ada di atas meja di depannya.
“Entahlah,” Wookie sambil mengangkat bahu, “Baru mau kulihat di kulkas juga,” lanjutnya, “Berdoa saja Ahjumma sisakan sedikit makanan di kulkas dan belum dihabiskan Hyukjae hyung,”.
“Baiklah, aku memang lapar sekali,”.
Sembari menunggu Wookie yang sedang berkutat dengan masakannya di dapur, Sungmin pun menyalakan TV dan muncul video klip dari grup Infinite – Be Mine. Sangat kebetulan, menurut Sungmin, karena hari ini di Sukira juga bintang tamunya adalah Infinite. Lagu ini adalah salah satu favorit Sungmin.
Tiba – tiba pikiran Sungmin melayang pada seseorang. Teman sekolahnya di tingkat atas dulu. Seorang gadis manis. Satu – satunya yang pernah menarik perhatiannya dan sanggup membuatnya merasa nyaman, Oh Sooyoung. Pikiran Sungmin melayang ke masa itu.
*flashback*
Bukk
Sebuah bola voli tepat mengenai kepala Sungmin yang sedang berjalan menuju ruang music, tempatnya latihan bermain gitar. Sungmin mencari – cari siapa yang melempar bola dari arah datangnya benda itu dan dia mendapati seorang gadis datang berlari kecil mendekatinya.
***
“Oh… Jwiseohamnida, seonbae – nim,” aku langsung membungkuk meminta maaf pada seniorku ini. Bola yang seharusnya kuarahkan ke temanku malah meleset ke kepala seniorku ini.
Aku melihat ke mata seniorku itu dan dia hanya menatapku sambil melenguh dan pergi. Dia bahkan tidak mengatakan apa – apa.
“Cih,” keluhku sambil mengambil bola yang tidak jauhdari tempatku berdiri, “Sombong sekali dia,” aku pun kembali ke teman – temanku yang terlihat khawatir dengan kecelakaan kecil yang baru saja terjadi.
“Kau berani sekali, Sooyoung,” Dongra datang padaku yang sedang duduk di bangku.
“Aku kan tidak sengaja,” kataku lalu meminum air putih dari botol minum yang selalu kubawa, “Lagipula aku juga langsung meminta maaf kan padanya,” aku santai.
“Bukan begitu,” Dongra kini duduk di sampingku. Permainan voli kami sore ini terhenti seketika. Teman – teman yang lain ikut duduk di pinggir lapangan.
“Trus?” aku mengangkat alis, bingung.
“Kamu tidak tahu dia?” bola mata Dongra seperti sudah mau keluar dari rongga matanya ketika aku menggelengkan kepala menjawab pertanyaannya, “Dia itu bintang sekolah kita,” lanjutnya, masih dengan mata membelalak, “Lee Sungmin!!” suaranya agak meninggi sekarang.
“Ya!!” aku kesal, “Jarak kita tidak lebih dari 1 meter,” lanjutku, “Tidak usah tinggi begitu suaramu,” aku mengorek – orek ujung telinga sebelah kiriku yang agak berdengung setelah Dongra meneriaki.
“Maaf,”
“Trus, ada apa dengan senior kita itu sampai dia sebegitu sombongnya?” aku mengelap keringatku sambil menatap ke arah orang bernama Lee Sungmin tadi berjalan setelah aku meminta maaf padanya.
“Kau tahu perusahaan SM Entertainment kan?” aku mengangguk menjawab pertanyaan Dongra, “Nah… sejak di sekolah menengah, dia itu sudah bergabung jadi traineenya dan mungkin tidak lama setelah lulus sekolah dia akan debut dan jadi artis besar,” lanjutnya.
“Trus?”
“Yah… beritanya sudah beredar kalau Sungmin seonbae itu memang sifatnya seperti itu,” Dongra kemudian berbisik, “Dia sombong,” suaranya mengecil, “Soalnya, dia memiliki semuanya,” Dongra menarik napas, “Wajah tampan, kepintaran, orang tua yang kaya, talenta yang bagus, dan jaminan jadi artis besar setelah debut,”.
“Orang – orang yang seperti itu yang harus dimusnahkan dari muka bumi ini,” aku berdiri lalu berjalan meninggalkan Dongra, menuju kamar ganti dan bersiap – siap pulang.
***
Sejak hari kepalanya terkena lemparan bola voli, entah kenapa Sungmin malah makin sering bertemu dengan adik kelasnya itu. Entah di koridor, di kantin, bahkan di pintu masuk toilet.
Hari itu, seorang guru musik memanggil Sungmin untuk ke ruangannya. Begitu masuk ke ruangan guru itu, kagetnya Sungmin, dia malah bertemu dengan Sooyoung yang lebih dulu duduk manis di salah satu kursi di ruangan itu dan gurunya menyuruh Sungmin duduk di samping Sooyoung.
“Sungmin, kenalkan ini Sooyoung,” kata Cho – saem, “Dia anak kelas 2 C,” lanjutnya.
“Annyeonghaseyo, Lee Sungmin – imnida,” kata Sungmin memberi salam pada Sooyoung.
“Ne, Oh Sooyoung – imnida,” balas Sooyoung.
“Nah, Sooyoung, seperti yang saya bilang tadi, untuk rencana sekolah kita mengikuti kompetisi seni dan olahraga nasional itu, aku mengutus kau dan Sungmin untuk menjadi kapten tim kita,” kata Cho – saem menjelaskan, “Kerja kalian tidak sulit,” dia lalu membuka map biru yang sedari tadi ada di depannya, “Cukup lengkapi formulir ini dan setelahnya, kalian kumpulkan padaku,” katanya sambil menyerahkan selembar formulir pada Sungmin dan selembar lagi pada Sooyoung, “Lembar formulir yang kalian pegang itu membedakan kegiatan apa yang diikuti siswa – siswa dari sekolah kita,” lanjutnya, “Untuk Sooyoung, kau memegang yang mau ikut di bidang olahraga, sedangkan Sungmin untuk musik,” wanita itu lalu menyilangkan tangannya di atas meja, “Tidak sulit, kan?” tutupnya.
“Trus, kalau misalnya untuk tim, bagaimana isinya, Saem?” Sooyoung kebingungan.
“Yahhh… kan jelas, di formulirnya ada tulisan ‘Cabang olahraga’, isi saja di situ dan tambahkan saja apa dalam tim itu ada pemain cadangan atau tidak,”
“Apa kami harus mengopi lembar formulir ini?” tanya Sungmin.
“Tentu saja,”
***
Saat itu, Sungmin sedang berjalan ke tempat parkir. Hari sudah sore dan sekolah sudah sepi. Dia baru saja selesai membersihkan ruangan latihan musiknya, karena memang hari ini adalah giliran dia. Ketika baru menyalakan motornya, dia melihat seorang gadis yang berdiri tidak jauh dari gerbang sekolah sedang diganggu beberapa anak laki – laki dari sekolah lain.
Sungmin mematikan motornya dan buru – buru lari mendekati orang – orang itu setelah dari tempatnya berdiri tadi, dia mengenali gadis yang sedang diganggui itu adalah Sooyoung.
“Hey!!” Sungmin sudah dekat dan langsung menyerang ketiga orang anak laki – laki itu.
Sungmin sangat tangkas. Dia mengunci pergerakan ketiga anak laki – laki itu. Gerakannya sangat tepat, namun tidak sampai membuat ketiga anak laki – laki itu luka, karena setelah beberapa kali diserang oleh Sungmin, mereka masih bisa berlari melarikan diri.
Sungmin terengah – engah kelelahan melawan ketiga orang itu. Dia memang ahli wushu, tapi melawan 3 orang sendirian, setelah dia baru saja membersihkan ruanga latihan musik itu lumayan menguras tenaga. Matanya lalu menangkap Sooyoung yang sedang menangis terduduk, tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tas Sooyoung masih berantakan.
Sungmin mengambil tasnya yang tadi dilemparkan ke tanah dan memungutkan barang – barang Sooyoung, lalu memasukkan ke tasnya.
“Uljima,” Sungmin mengelus rambut Sooyoung yang masih menangis sambil menundukkan kepalanya, “Mari, kuantar kau pulang,” Sungmin merangkul bahu Sooyoung dan mengajaknya berdiri, lalu berjalan kembali ke pekarangan sekolah, tempat Sungmin masih memarkir motornya.
***
Sungmin lalu singgah di pinggir jalan.
“Kau tunggu di sini,” kata Sungmin pada Sooyoung yang baru saja turun dari motor, lalu dia sendiri berlari ke sebuah toko kecil.
Sooyoung mengambil tasnya yang digantung Sungmin pada pegangan motor. Sooyoung masih agak terisak dan sedikit trauma dengan kejadian yang menimpanya beberapa menit lalu.
“Ini,” Sungmin datang sambil memberi Sooyoung botol minum.
“Terima kasih,” kata Sooyoung sambil mengambil botol minum itu, lalu meminumnya.
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Sungmin yang dari suaranya terdengar khawatir.
Sooyoung hanya mengangguk.
“Tadi kenapa kau pulang sendiri?” Sungmin membuka pembicaraan.
“Aku baru selesai main voli dan yang lain ada janjian, jadi mereka pulang duluan dan aku yang mengumpulkan semua bola lalu mengunci ruang olahraga,” Sooyoung menjelaskan.
“Trus, orang – orang itu kenapa tiba – tiba ada di situ?”
“Entahlah,” Sooyoung menarik napas berat, “Mereka tiba – tiba datang dan minta uang padaku,” kenangnya, “Setelah kukasi uangku, mereka malah menarik – narik tanganku dan menyuruhku ikut dengan mereka,” .
“Hmmm… kalo besok kulihat mereka di sekitar sekolah lagi, biar kulaporkan ke polisi,”
“Oh, terima kasih tadi sudah menolongku, Seonbae – nim,” Sooyoung menunduk pada Sungmin.
“Sudahlah,”
***
Sejak saat itu, hubungan Sooyoung dan Sungmin menjadi semakin dekat. Mereka menjadi semakin akrab. Orang – orang melihat iri pada Sooyoung yang hampir setiap hari datang dan pulang sekolah bersama Sungmin.
Besok adalah hari kompetisi seni dan olahraga yang semua sekolah menengah atas se – Seoul mempersiapkan untuk mengikutinya, termasuk sekolah Sungmin. Persiapan semakin dimantapkan. Lagu yang akan dibawakan Sungmin dan teman – teman bandnya pun sudah siap.
Beda Sungmin, beda juga Sooyoung. Dia dan teman – teman tim volinya sore ini menyelesaikan latihan lebih cepat. Mereka tidak mau besok hari malah terlalu kelelahan dan tidak bisa tampil dengan maksimal. Ini adalah tentang nama baik sekolah.
“Oppa, sore ini aku pulang duluan yah,” Sooyoung mendatangi Sungmin yang sedang latihan dengan teman – teman bandnya.
“Baiklah,”
Sooyoung pun berjalan pulang dengan teman – temannya, termasuk Dongra ke halte bis. Mereka tidak searah, tapi sama – sama pulang dengan bis. Obrolan mereka macam – macam, tapi Dongra selalu lebih kepada bertanya bagaimana hubungan Sooyoung dengan Sungmin. Dia sangat berharap Sooyoung bisa berpacaran dengan Sungmin, supaya Sooyoung bisa memperkenalkan Dongra dengan drummer band Sungmin, Siwon.
***
Di hari itulah saat yang kemudian memutar kehidupan Sooyoung. Setelah berpisah dengan teman – temannya dan naik ke bis sendiri, Sooyoung yang baru sampai di tempat dia turun, teringat untuk membeli cemilan kecil untuknya dan temannya di pertandingan yang diadakan di gedung olahraga sekolah lain.
Sooyoung pun berjalan ke toko yang ada di seberang jalan. Setelah berbelanja dan kembali menyeberangi jalan yang sama, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi berjalan tepat ke arah Sooyoung. Kecelakaan tidak bisa dihindari. Barang belanjaan Sooyoung berserakan dan Sooyoung sendiri terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri dengan tubuh yang dilumuri darahnya sendiri. Orang – orang seketika berkerumun di sekitarnya. Orang yang menabrak Sooyoung untungnya bertanggung jawab dengan mengantar Sooyoung ke rumah sakit.
***
Betapa kagetnya Sungmin ketika dia baru tahu keesokan harinya tentang kecelakaan Sooyoung. Itupun dari Dongra yang juga baru tahu pagi hari itu ketika dihubungi oleh orang tua Sooyoung. Sungmin langsung meninggalkan teman – temannya dan kabur ke rumah sakit untuk melihat keadaan Sooyoung.
Sungmin dilarang masuk ke ruang ICU. Sooyoung masih belum sadar. Sungmin hanya bisa melihat bayangan Sooyoung dari tirai yang menutupi badan Sooyoung, itupun hanya Sungmin lihat dari jendela pintu. Saat itulah Sungmin sadar betapa sayangnya dia pada Sooyoung.
*flashback end*
Sungmin lalu tersentak dari kenangan beberapa tahunnya yang lalu. Dia pun ingat. Hari itu, ketika dia menunggui di rumah sakit hingga malam, Sooyoung akhirnya siuman dan di situlah baru ketahuan bahwa dia tidak bisa lagi melihat. 2 buah serpihan merusak kedua kornea matanya adalah penyebab utama.
Sungmin ingat betapa ketakutannya Sooyoung ketika dia menyadari sekelilingnya gelap. Sooyoung menangis malam itu. Tangisan paling pedih yang pernah dilihat Sungmin seumur hidupnya.
Sooyoung terpukul akan kenyataan yang dihadapinya, begitu pula Sungmin. Sungmin bahkan tidak sanggup melihat Sooyoung yang meronta – ronta di dalam pelukan Ibunya, memilih keluar dari ruang rawat Sooyoung dan menangis pedih di luar kamar.
Kemudian sebuah kalimat yang paling menghancurkan hati Sungmin keluar dari mulut Ayah Sooyoung, “Sooyoung memintamu jangan menemuinya lagi,”.
Kalimat itu sangat memukul perasaan Sungmin dan sejak itu memang Sungmin tidak lagi pernah bertemu Sooyoung. Dari Dongra, Sungmin tahu Sooyoung dipindahkan ke Macau dan tinggal di sana untuk pengobatan.
Sungmin pun disibukkan dengan kegiatannya sebagai member sebuah grup setenar Super Junior. Tapi bukan berarti dia melupakan Sooyoung. Gadis itu selalu menghantui pikirannya setiap malam.
***
Siaran di SUKIRA lagi. Malam ini tidak ada bintang tamu, jadi hanya Sungmin dan Ryeowook, ditemani Kiki yang ada.
“Nah, malam ini kami menerima telfon bagi kalian yang ingin menyampaikan pesan atau sekedar mengobrol dengan kami,” kata Sungmin mengundang pendengar SUKIRA untuk menelfon mereka.
Setelah beberapa menit, sebuah telfon pun masuk.
“Yeoboseyo,” Ryeowook yang menyapa.
“Ne, yeoboseyo,” suara seorang gadis di ujung sana.
“Annyeonghaseyo,” kali ini Sungmin yang menyapa dengan suaranya sangat khas, “Nuguseyo?” tanya Sungmin.
“ELF,” jawab gadis itu.
“Haishhh… kamu suka becanda yah,” Ryeowook tersenyum mendengar jawaban gadis itu, “Baiklah, ELF, apa yang ingin kau ceritakan atau sampaikan sekarang?” tanyanya.
“Hmm,” gadis itu terdengar gugup, “Aku ingin melakukan sebuah pengakuan,” ceritanya.
“Ohh… silahkan, silahkan,” kata Sungmin dan dia tersenyum pada Ryeowook , “Kami senang kalau kau mau bercerita di sini,” lanjutnya.
“Baiklah, untuk Sungmin oppa, maafkan aku,” kata gadis itu, “Bukan maksud aku untuk saat itu meninggalkanmu dan memilih pindah dari negara ini,” lanjutnya, “Aku hanya tidak ingin Oppa memiliki seorang teman yang cacat sepertiku,” dia terisak, “Bertahun – tahun aku menyimpan rasa bersalah telah meminta kau menjauhiku, padahal aku sendiri tidak sanggup jauh darimu,” dia terdiam sejenak, “Aku berjuang di Macau sendirian bertahun – tahun dengan mata yang tidak bisa melihat, tapi 2 tahun yang lalu aku mendapati donoran kornea mata dari seseorang yang dermawan,” lanjutnya, “Aku akhirnya bisa melihatmu lagi setelah itu,” kembali gadis itu terisak, “Mendengar dari Ayah dan Ibuku bahwa kau kini jadi artis yang hebat dengan grup Super Junior, membuatku sangat bangga, dan melihatmu di atas panggung, rasanya aku ingin memelukmu, tapi aku yakin fans – fansmu mungkin akan menghinaku habis – habisan,” ceritanya, “Setahun lalu aku sudah kembali ke Seoul dan sangat ingin bertemu denganmu, tapi aku yakin kau sibuk, sehingga mungkin telah lupa padaku,” gadis itu menarik napas berat, “Aku ingin bilang, aku merindukanmu,” tutupnya.
“Oh Sooyoung?” suara Sungmin berubah serak. Wajahnya menegangn menahan tangis. Dia terkenal sebagai member yang tidak gampang memperlihatkan tangisnya pada fans, tapi sepertinya sekarang did sudah tidak sanggup menahannya, “Oh Sooyoung?” ulangnya.
“Ne, Oppa, ini aku,” Sooyoung menangis di telfon.
Ryeowook pun tersadar, “Okay, terima kasih,” ucapnya untuk menghilangkan kekikukkan di dalam studio, “Mari kita putarkan sebuah lagu agar kita lebih bersemangat,” Ryeowook pun memutarkan sebuah lagu.
“Oh Sooyoung,” Sungmin masih memanggil nama Sooyoung.
Telfon masih tersambung, tapi pendengar radio sudah tidak lagi mendengar pembicaraan itu, kecuali lagu yang diputarkan Ryeowook, tapi penggemar yang datang ke studio bisa melihat bagaimana keadaan studio.
“Hyung,” Ryeowook mengelus punggung Sungmin.
“Sooyoung, kau di mana?” Sungmin masih dengan suara seraknya, menahan tangis.
Sooyoung sudah bisa mengontrol tangisnya, “Aku… aku di café milik temanmu di Super Junior,” jawab Sooyoung dari ujung telfon.
Setelahnya Sungmin langsung berlari keluar studio dan mempercepat larinya begitu keluar dari gedung KBS. Dia tidak memperdulikan fans – fansnya yang berteriak memanggilnya di belakang. Yang menjadi keinginannya adalah sampai di Handel & Gretel, café Yesung, untuk menemuin Sooyoung.
Café itu ramai seperti biasanya. Kebanyakan yang dapat adalah ELF, fans – fans Super Junior. Sungmin tidak menggubris panggilan fans – fansnya, melainkan mengedarkan matanya mencari sosok Sooyoung. Bertahun – tahun tidak melihat Sooyoung, dia yakin perubahannya tidak mungkin sampai membuatnya tidak mengenali gadis yang dicintainya itu.
“Sooyoung,” Sungmin mengenali tampak belakang gadis yang sedang berdiri di depan meja kasir, tepat di depan Ibu Yesung.
Sooyoung berbalik dan mendapati Sungmin sudah berdiri di hadapannya, terengah – engah.
“Oppa,”
Sungmin langsung memeluk Sooyoung. Dia menangis, Sooyoung pun begitu. Tidak peduli kilatan kamera orang – orang di sekitar mereka, Sungmin hanya memperdulikan gadis yang sedang dipeluknya. Gadis yang telah lama dia cintai, dia rindukan, dan kini sudah ada di depannya, di pelukannya.
“Jangan,” kata Sungmin, “Jangan pernah tinggalkan aku seperti ini lagi,” lanjutnya, masih dengan memeluk Sooyoung, “Aku mencintaimu,” pelukannya semakin erat, “Mencintaimu…,”
Sooyoung hanya mengangguk dalam pelukan Sungmin.
Be mine…
I love you, okay? I worry about you, okay?
I’ll take care of you till the end…
Let’s go together…
Don’t walk onto the harder path, okay? It wasn’t easy, right?
I don’t want to see you like that ever again…
Be mine…

*the end*

0 comments:

Posting Komentar